Rasulullah adalah pemimpin umat yang selalu memberikan contoh untuk perkara yang diperintahkanya. Tidak ada yang lebih baik dalam menyuruh umatnya melakukan sesuatu selain dicontohkannya dalam perilaku sehari-hari. Demikian pula dalam hal menyayangi anak yatim. Rasulullah begitu menyayangi mereka dan beliau tidak ingin melihat mereka bersedih. Seperti yang disampaikan dalam kisah berikut, yang diceritakan oleh Anas bin Malik r.a.
Suatu pagi, usai shalat Idul Fitri, Rasulullah selalu mengunjungi rumah demi rumah untuk bersilaturahmi dan mendoakan kaum muslimin. Mereka semua terlihat bergembira, terutama anak-anak.
Tiba-tiba, Rasulullah saw. melihat seorang gadis kecil duduk bersedih di ujung jalan. Gadis kecil itu memakai pakaian bertambal dan sepatu usang.
Rasulullah saw. bergegas menghampiri. Gadis itu menangis tersedu sambil menutup wajah. Dengan penuh kasih sayang, Rasulullah saw. memegang lembut kepala gadis kecil.
“Anakku, mengapa kamu menangis? Bukankan ini adalah Hari Raya?” tanya Rasul
Gadis kecil itu terkejut, tetapi ia masih belum mengangkat kepala. Ia menjawab terbata-bata, “Semua anak ingin merayakan Hari Raya bersama orangtuanya. Semua anak bermain dengan riang gembira. Namun, aku teringat ayahku. Itu sebabnya aku menangis. Waktu itu Hari Raya terakhir bersamanya. Ayahku membelikanku gaun berwarna hjau dan sepatu baru. Suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah hingga ia terbunuh. Kini, ayahku telah tiada. Aku telah menjadi yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, untuk siapa lagi?
Mendengar penuturan gadis kecil itu, Rasulullah saw. turut bersedih. Dengan penuh kasih sayang, beliau membelai kepala gadis kecil itu seraya berkata,
“Anakku, hapuslah air matamu. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? Apakah kamu ingin Fatimah menjadi kakak perempuanmu dan Aisyah menjadi Ibumu? Bagaimana anakku?
Mendengar rentetan kalimat tersebut, gadis kecil itu berhenti menangis. Ia mengangkat kepala dan memandang laki-laki yang membelai kepalanya dengan lembut. Ia seolah tak percaya pada penglihatannya.Masya Allah! Benar, laki-laki ini adalah Rasulullah saw. Gadis kecil itu mengangguk setuju.
Lalu, mereka pun bergandengan tangan menuju rumah Rasulullah saw. Hati gadis kecil itu diliputi jutaan bahagia yang sulit dilukiskan. Ia berjalan sembari mengenggam erat tangan Rasulullah saw. yang lembut bagai sutra.
Sesampai di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu dibersihkan dan rambutnya disisir. Ia pun dipakaikan gaun yang indah serta diberi makanan dan uang saku berhari raya. Kemudian ia diantar keluar untuk bermain dengan anak-anak lainnya.
Tentu saja anak-anak lain dan paraorang tua merasa heran melihat perubahan yang terjadi pada gadis kecil itu. Mereka bertanya, “Hai, gadis kecil, apa yang terjadi? Mengapa kamu menjadi sangat gembira.
Sambil menunjukkan gaun dan uang sakunya, gadis kecil itu menjawab, “Akhirnya aku memiliki ayah. Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya. Siapa yang tidak bahagia memiliki ayah Rasulullah? Aku juga mempunyai kakak perempuan bernama Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakan gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia. Ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya.”
Sahabat Syaamil, di sekitar kita, banyak anak yang tak lagi memiliki ayah, ibu, atau bahkan keduanya. Mereka ada yang tinggal di panti-panti asuhan, ada pula yang tinggal bersama keluarga mereka dalam kondisi serba kekurangan. Dalam usia yang masih sangat muda, mereka harus hidup tanpa kasih sayang dan perlindungan orang tua. Kewajiban kitalah untuk memerhatikan, menyantuni dan mengasihi mereka.
Rasulullah saw. telah memberikan teladan betapa beliau sangat menyayangi anak yatim. Sebagai umatnya, selayaknyalah kita mengikuti contoh yang ditunjukkan Rasulullah. Berikan upaya terbaik yang bisa kita lakukan untuk merangkul mereka dengan penuh kasih sayang dan memberikan harapan untuk masa depan mereka yang lebih baik.*** (Sumber: Arif Rahman Lubis, Keajaiban Cinta Rasul. 2013)
No comments:
Post a Comment